KULTUR JARINGAN JATI
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia, awalnya berasal
dari India. Nama ilmiah Tectona gradis L. secara historis ” tectona”
berasal dari bahasa Portugis ( tekton ) yang berarti tumbuhan yang mempunyai
kualitas tinggi. Jati digolongkan sebagai kayu mewah ( fancy wood ) dan
memiliki kelas awet yang tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap serta jamur
dan mampu bertahan sampai 500 tahun. Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim
kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan
yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata
tahunan 22-26° C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah
bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam.
Kingdom :
Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Verbenales
Famili
:
Verbenaceae
Genus
:
Tectona
Spesies
: Tectona
grandis Linn.
Morfologis tanaman jati, memiliki tinggi yang dapat
mencapai sekitar 30-45 m. Batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20
m bila dilakukan proses pemangkasan. Pohon jati yang tumbuh baik diameter
batangnya dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu jati berwarna kecoklat-coklatan
atau abu-abu dan sifatnya mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek
dan dapat bercabang. Daun jati berbentuk opposite ( bentuk jantung membulat
dengan ujung meruncing), berukuran panjang sekitar 20-50 cm dan lebar 15-40 cm,
permukaan daun berbulu. Daun muda jati berwarna kecoklatan, sedangkan daun tua
berwarna hijau keabu-abuan. Tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapai
diameter batang 220 m, namun umumnya jati dengan diameter 50 cm sudah di tebang
karena tingginya akan permintaan terhadap kayu jati. Bentuk batang pohon jati
tidak teratur serta mempunyai alur. Warna kayu teras (bagian tengah), coklat
muda, coklat merah tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal (bagian
luar teras hingga kulit) putih kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan
tidak rata. Arah serat kayu jati lurus dan agak terpadu. Permukaan kayu jati
licin dan agak berminyak serta memiliki gambaran yang indah. Kambium jati
memiliki sel-sel yang menghasilkan perpanjangan vertikal dan horizontal,
dimulai berkembangnya inti sel berbentuk oval secara memanjang, kemudian akan
membelah menjadi 2 sel dan demikian seterusnya. Pada sekitar bulan
Juli-September (musim kemarau) tanaman akan mengalami gugur daun dan pada saat
itu kambium akan tumbuh lebih sempit dari pertumbuhan musim penghujan. Daya
risistensi yang tingi kayu jati terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan
karena zat extraktif tectoquinin 2- metiol antraqinon. Selain itu, kayu jati
masih mengandung kandungan lain, seperti tripoliprena, penil naphtalhena,
antraquinin dan komponen lain yang belum terditeksi. Kayu jati memiliki kadar
selulosa 46,5 %, lignen 29,9%, pentosan 14,4%, abu 1,4%, dan silika 0,4%, serta
nilai kalor 5,081 kal/gr. Kekuatan kayu sesuai uji terhadap rayap dan jamur
tergolong kelas II. Dengan demikian, kayu jati dapat terserang rayap dengan
kapasitas rendah pada kondisi kayu yang dipengaruhi oleh umur pohon, semakin
tua umur kayu semakin sulit terserang rayap. Manfaat dari masing-masing bagian
tubuh tanaman jati, yaitu:
1) Kayu jati digunakan
sebagai bahan baku furniture, bangunan dan kerajinan
2) Kulit jati digunakan
sebagai dinding rumah
3) Getah jati dapat
digunakan sebagai obat untuk penyakit tenggorokan
4) Daun dapat digunakan
sebagi obat kolera dan pembersih luka
5) Abu pohon jati
ditumbuk dengan daun jambu batu dapat menghentikan diare
6) Daun muda dapat
digunakan sebagai pewarna (warna merah)
7) Daun jati dapat
dimanfaatkan untuk pembungkus makanan dan berbagai peralatan karena lebar dan
sebagainya.
Tanaman jati muda, batang berbentuk segi empat.
Perubahan dari bentuk segi empat ke bentuk bulat umumnya terjadi pada umur 3-4
tahun. Di tanah yang subur, dengan penutupan tajuk cukup rapat menyebabkan
pertumbuhan batang yang meninggi lebih dominan dan percabangannya dimulai pada
ketinggian 18-20 m. Pohon jati memiliki daun yang kurang lebat tetapi karena
daunnya yang lebar, tajuk memberi naungan yang lebat dan merata, bentuk tajuk
tidak beraturan sampai bulat telur pada tegakan yang kurang rapat tinggi tajuk
agak rendah, dahan jati umumnya bengkok dan memiliki banyak tangkai dengan
ranting berbentuk penampang segi empat dan berbulu halus.
Perkembangan ilmu dan
teknik budidaya tanaman, saat ini telah tersedia bahan tanaman jati hasil
rekayasa teknis, baik melalui pengembangan benih dari pohon plus maupun
teknologi kultur vegetatif. Hasilnya berupa klon atau kultivar tanaman jati
dengan daur produksi ekonomis sekitar 15 tahun sehingga dalam kurun waktu
relatif singkat dapat diperoleh nilai produksi yang cukup menjanjikan.
Perbanyakan atau pengembangan secara kultur jaringan atau kultur tunas
merupakan upaya pengembangan tanaman melalui pembiakan sel-sel meristematis
dari jaringan tanaman, seperti pucuk/tunas, ujung akar, embrio benih, atau
bunga.
Secara
umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap,
yaitu.
1. penyediaan bahan
tanaman (eksplan) dari induk terpilih,
2. sterilisasi eksplan
yang akan ditanam pada media inisiasi,
3. penanaman pada media
untuk penggandaan atau multiplikasi tunas,
4. penanaman pada media
untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan
5. aklimatisasi.
Beberapa persyaratan
pohon induk tanaman jati yaitu.
1. Pohon memiliki kenampakan
(performance) tumbuh yang baik, sehat, dan bertajuk rindang.
2. Tinggi pohon bebas
cabang minimal 4 meter.
3. Tahan gangguan hama
dan penyakit.
4. Memiliki kematangan
umur (maturasi) yang optimal (≥ 15 tahun).
5. Berbuah sepanjang
tahun dan memiliki kapasitas optimal
6. Memiliki daya
kecambah benih ≥ 80%.
Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) merupakan
langkah awal yang cukup penting dan dapat menentukan keberhasilan penanaman
secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam pada media tumbuh harus bebas
dari mikroorganisme kontaminan. Tahap sterilisasi sering menjadi kendala utama
keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Terlebih iklim tropis seperti
Indonesia yang memungkinkan kontaminan seperti cendawan dan bakteri terus
tumbuh sepanjang tahun. Untuk tanaman tertentu, sterilisasi sulit dilakukan
karena kontaminan berada pada bagian internal dari jaringan tanaman.
Sterilisasi eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam bahan tanaman dalam
larutan kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik
dengan menggunakan satu macam maupun dengan macam-macam sterilan. Bahan-bahan
yang biasanya digunakan untuk sterilisasi antara lain alkohol, natrium
hipoklorit (NaOCl), kalsium hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl2),
dan hidrogen peroksida (H2O2) ( Irwanto, 2006 ).
Tahap inisiasi, eksplan tanaman jati
sering menunjukkan gejala pencoklata ( browning ) pada media di sekitar
potongan eksplan. Keadaan ini disebabkan karena oksidasi dari senyawa fenolik
yang dihasilkan jaringan tanaman jati terutama dari eksplan in vivo.
Oksidasi senyawa fenolik tersebut dapat menghambat bahkan bersifat toksik bagi
pertumbuhan eksplan. Keadaan ini merupakan masalah yang selalu dihadapi pada
tahap awal penanaman eksplan yang berasal dari lapang atau kamar kaca ( Siregar, 2005 ) .
Berbagai cara untuk menanggulangi
masalah pencoklatan telah dilakukan, misalnya dengan penggunaan bahan anti
oksidan (seperti polivinyl pirolidone atau PVP pada konsentrasi 0,01-2% dan
asam askorbik sebanyak 50-200 mg/l) baik sebelum eksplan ditanam pada media
maupun penambahan bahan tersebut pada media kultur atau kombinasi keduanya. Pendekatan
lain untuk menanggulangi masalah pencoklatan pada kultur tanaman jati, yaitu
dengan subkultur atau transfer eksplan secara periodik dengan perlakuan waktu
yang berbeda. Sumber eksplan yang digunakan berasal dari tanaman jati terpilih
berumur 45 tahun
( Siregar, 2005 ).
Media tumbuh yang cocok merupakan salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman jati melalui
kultur jaringan. Berbagai komposisi media tumbuh telah dikembang-kan. Dari
sekian banyak komposisi media yang telah berkembang, media dasar Murashige dan
Skoog (MS) merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, baik untuk
tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas tanaman jati, media MS
merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, selain itu modifikasi media
MS juga banyak digunakan. Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur
merupakan kunci keberhasilan baik pada tahap induksi maupun elongasi tunas.
Umumnya media yang digunakan pada tahap induksi tunas jati adalah media MS yang
ditambah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP)
atau furfurylaminopurine (kinetin) atau kombinasi keduanya dengan konsentrasi
antara 0,1-1 mg/l. Media dasar MS ditambah kinetin 0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l
untuk menginduksi tunas adventif dari eksplan tanaman jati berupa tunas ujung
dan batang satu buku. Media kultur dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar
dan 20 g/l gula serta pH media 5,8 ( Siregar, 2005 ).
Eksplan yang digunakan pada tahap
induksi dapat berupa tunas apikal atau tunas adventif yang berasal dari batang
satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain pada tahap induksi tunas yang
dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada tahap selanjutnya (tahap
elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang eksplan. Umur
biakan pada tahap induksi tunas sekitar 3 minggu. Pada umur tersebut biakan
sudah berada pada kondisi yang optimal untuk dipindahkan pada tahap elongasi.
Tahap
elongasi atau pemanjangan tunas, biakan ditanam pada media dasar MS tanpa
penambahan zat pengatur tumbuh atau dapat ditambahkan sitokinin dengan
konsentrasi yang sangat rendah (0,01-0,05 mg/l) bahkan jika perlu dapat
ditambah asam giberelik (GA3) dengan konsentrasi 0,1-1 mg/l untuk tujuan
pemanjangan buku tanaman. Penambahan gula agar dan pH media sama seperti pada
media untuk induksi tunas. Umur yang diperlukan pada tahap elongasi tunas
hingga siap untuk dipanen atau digunakan untuk ditransfer kembali pada media
induksi berkisar antara 2-4 minggu. Pada umur 3 minggu tunas dapat mencapai
tinggi 5-8 cm dengan jumlah buku antara 3-5 dan siap untuk diaklimatisasi.
Biakan biasanya disimpan pada kondisi ruangan suhu 25±2oC dengan periode terang
(1000-3000 lux) selama 16 jam per hari ( Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian, 2003 ).
Aklimatisasi
dapat didefinisikan sebagai proses penyesuaian suatu organisme untuk
beradaptasi pada lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting
karena akan menentukan apakah tanaman yang berasal dari in vitro dapat beradaptasi
atau tidak pada kondisi in vivo. Umumnya biakan hasil kultur jaringan yang akan
diaklimatisasi harus berupa planlet artinya biakan harus mempunyai perakaran
dan pertunasan yang proporsional. Akan tetapi pada perbanyakan tanaman jati
melalui kultur jaringan, biakan yang akan diaklimatisasi berupa biakan tanpa
akar (stek mikro). Induksi perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi dengan
terlebih dahulu merendam atau mencelupkan bagian dasar batang dalam larutan
yang mengandung senyawa auksin seperti IBA dan NAA atau dengan Rooton F. Biakan
yang berasal dari tahap elongasi yang akan diaklimatisasi dan diinduksi
perakarannya harus terlebih dahulu dibuang bagian kalusnya dan dibersihkan pada
air mengalir. Harus diperhatikan pula bahwa dalam proses aklimatisasi tunas
jati memerlukan kelembaban yang cukup dan media tumbuh tidak terlalu basah.
Media tumbuh yang digunakan dapat berupa campuran tanah + arang sekam (1 : 1)
atau tanah + serbuk sabut kelapa (1 : 1) atau tanah + kompos halus (1 : 1) ( Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian, 2003 ).
Media sebaiknya
disterilisasi dahulu dengan pemanasan dan tekanan uap. Media yang telah
disterilisasi dapat diletakkan dalam bak plastik atau bak semen yang ada di
kamar kaca. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penyungkupan dengan plastik,
sedangkan untuk mempercepat pertumbuhan bibit, penyemprotan dengan pupuk daun
seperti Hyponex, Bayfolan, dan Gandasil sangat dianjurkan pada umur 1 minggu
satelah tanam. Aklimatisasi bibit jati di pesemaian disajikan pada. Umur bibit
tanaman jati genjah hasil kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan ke
lapang (bibit siap salur) berumur sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit
jati genjah dapat mencapai tinggi sekitar 30-50 cm.
Referensi:
http://khusmatul-aurora.blogspot.com/2011/09/kultur-jaringan-jati.html